Sektor Perikanan, Ambisi Jadi Terbesar di Dunia
Pemerintah akan meningkatkan inovasi teknologi sektor perikanan, khususnya teknologi pengadaan bibit unggul dan teknik budi daya, guna mengejar target pertumbuhan produksi.
Tidak ada menteri yang seambisius Fadel Muhammad. Kader Golkar dan pengusaha yang ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai menteri kelautan dan perikanan itu mematok target yang luar biasa untuk sektor perikanan budi daya.
la bertekad memacu produksi perikanan budi daya ningga 2014 sebesar 16,89 juta ton atau meningkat 353 persen dibandingkan dengan produksi 2009 yang baru sebesar 4,78 juta ton. Bila angka itu tercapai, Indonesia akan menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia.
"Untuk itu, harus ada akselerasi guna menyamakan persepsi antarpelaku dan regulator terhadap kebijakan di sektor perikanan dalam lima tahun ke depan. Strategi yang digunakan harus fokus," tuturnya di Batarn, Senin (25/l)malam.
Menurut Fadel, pemerintah akan meningkatkan inovasi teknologi sektor perikanan, khususnya teknologi pengadaan bibit atau benih unggul dan teknik budidaya, guna mengejar target pertumbuhan produksi perikanan. Misalnya, teknologi pengadaan bibit atau benih udang, ikan patin, ikan mas dan lainnya serta teknologi budi daya seperti budi daya rumput laut yang lebih efisien.
Selain itu, teknologi pengemasan atau pendinginan perlu ditingkatkan untuk mempertahankan kualitas. "Pusat penelitian perikanan agar lebih diberdaya-kan, dan pemerintah juga akan meningkatkan anggaran untuk peneltian tersebut," katanya.
Fadel menegaskan produksi perikanan nasional saat ini masih sangat rendah, bahkan lebih rendah dari negara yang potensi lautnya minim seperti Thailand dan China. Itu terlihat dari jumlah produksi perikanan nasional pada 2009 yang hanya 4,78 juta ton, sedangkan China mencapai 40juta ton.
Mungkinkah? Mari kita lihat. Dengan target kenaikan perikanan budidaya sekitar 353 persen, dalam lima tahun akan ada kenaikan sebesar 50,4 persen setiap tahunnya. Bila saat ini ada 762.320 hektare lahan budidaya, harus tersedia paling tidak 1,9 juta hektare pada akhir 2014.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai target Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terlalu konseptual. Realisasi target itu dikhawatirkan menemui kendala seperti minimnya infrastruktur dan anggaran. "Infrastruktur pendukung pengembangan perikanan belum memadai. Dana juga terbatas. Tahun 2010, KKP hanya mendapatkan alokasi APBN sebesar 3 triliun. Untuk budidaya baru tersedia 400 miliar rupiah," kata Anggota Komisi W DPR Herman Khaeron.
la memprediksi target peningkatan produksi perikanan sebesar 12 persen pada tahun ini bisa tercapai. Namun, target pertumbuhan 353 persen pada 2012 akan sulit tercapai.
Padahal, belum banyak pembudi daya perikanan memiliki akses terhadap sumber pendanaan, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Penyerapan KUR untuk sektor perikanan di bawah 5 persen dari target 4 triliun rupiah. "Ini akibat mekanismenya yang rumit," tutur Sekjen KKP Syamsul Maarif.
Di sisi lain, seperti seperti di-sampaikan Dirien Perikanan Budidaya Made L Nurdjana, kebutuhan investasi perikanan budidaya hingga 2014 mencapai 16 triliun rupiah: "Kalau ada uang, target bisa direalisasikan, dan itu bergantung dukungan perbankan dan investasimasyarakat," katanya.
Fadel mengaku sudah menemukan solusi bagi KUR ini. Pemerintah, katanya, akan memperbesar plafon kredit bagi nelayan dari hanya 5 juta rupiah menjadi 5 juta sampai 500 juta dengan 70 persen pinjaman akan dijamin oleh pemerintah dan 30 persen oleh nelayan.
Karakter masyarakatpun bakal turut menentukan keberhasilan program itu. Seorang pejabat di KKP menuturkan masyarakat Indonesia pascareformasi sangat susah diatur. "Ini berbeda dengan Vietnam. Masyarakat di sana sangat menurut pada pe-nyuluh dan pemerintah sehingga program pembangunan bisa cepat terealisasikan," katanya.
Harga Pakan
Hambatan lain yang bakal mengadang pencapaian produksi perikanan adalah harga pakan. Pengamat perikanan Suhana menyebut KKP harus memprioritaskan penurunan harga pakan ikan karena merupakan penyumbang 80 persen terhadap ongkos produksi.
Harga pakan pelet mencapai 250 ribu per sak, padahal harga maksimal yang dinilai masuk akal oleh pembudi daya sebesar 150 ribu, 200 ribu per sak.
Industri pakan ikan dan udang pun bakal lesu akibat pemberlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) atas bahan baku pakan. "Bahan baku pakan berupa bungkil dan kedelai serta tepung ikan masih impor. Kebutuhan impor yang tinggi menyebabkan harga pakan tidak kompetitif," kata Ketua Divisi Pakan Ikan dan Udang Akuakultur Asosiasi Produsen Pakan Ikan Denny D Indradjaja.
Impor tepung ikan mencapai 60 ribu ton per tahun atau separo kebutuhan dalam negeri. Akibatnya, ia mencontohkan, dibandingkan produk Vietnam, harga pakan lebih mahal hingga 500 rupiah per kilogram. Produksi pakan ikan dikuasai China disusul Thailand. ■ gus/aan/E-8
Sumber : Koran Jakarta 28 Januari 2010,Hal.9
Labels: Berita Perikanan
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home